Bagi
Masyarakat Kudus tentunya sudah mengenal acara Buka Luwur Sunan Kudus.
Acara ini merupakan upacara peringatan wafatnya sunan Kudus atau disebut
dengan “Khaul” yang dilaksanakan setiap tanggal 10 Muharram atau 10
Syura.
Namun
ada sebagian masyarakat yang menganggap bahwa upacara tradisional Buka
Luwur sebenarnya bukanlah Khaul atau peringatan wafatnya sunan Kudus,
sebab kapan tanggal wafatnya sunan Kudus tidak atau belum diketahui.
Mengapa
Buka Luwur diadakan tanggal 10 Syuro atau 10 Muharram, hal itu
disebabkan karena pada tanggal tersebut diyakini bahwa ilmu Tuhan (dari
langit) diturunkan ke bumi, sehingga tanggal tersebut dianggap keramat.
Secara kronologis,
sebenarnya proses upacara Buka Luwur tersebut diawali dengan penyucian
pusaka yang berupa keris yang diyakini milik sunan Kudus yang
dilaksanakan jauh sebelum tanggal 10 Syuro, yaitu pada akhir Besar (nama
bulan sebelum bulan Syura).
Biasanya air bekas untuk
mencuci keris tersebut yang dalam bahasa jawa disebut dengan “kolo”,
diperebutkan masyarakat yang memiliki keris untuk mencuci kerisnya,
karena mengharap “berkah” dari sunan Kudus.
Kemudian pada tanggal 1
Syura dilakukan pencopotan kelambu atau kain putih penutup makam yang
sudah satu tahun digunakan. Kelambu atau kain putih itulah yang disebut
dengan Luwur. Kelambu atau kain putih bekas penutup makam tersebut
menjadi rebutan masyarakat karena untuk mendapatkan “berkah”.
Pada malam tanggal 9
Muharram atau Syuro diadakan pembacaan Barjanji (berjanjen) yang
merupakan ekspresi kecintaan mereka kepada Nabi Muhammad SAW. Tanggal 9
Muharram setelah shalat subuh diadakah khataman (pembacaan Al Quran dari
awal sampai akhir).
Sementara khataman berlangsung dibuatlah “bubur suro” yaitu makanan yang berupa bubur yang diberi bumbu yang berasal dari berbagai macam rempah-rempah.
Hal ini dimaksudkan sebagai
“tafa’ul” kepada Nabi Nuh setelah habisnya air dari banjir yang melanda
kaumnya, sedangkan makanan tersebut diyakini dapat menjadi obat
berbagai macam penyakit.
Di samping pembuatan “bubur
suro” pada saat khataman Al Quran berlangsung, juga diadakan
penyembelihan hewan yang yang biasanya berupa kambing dan kerbau,
menurut salah seorang yang pernah menjadi panitia dalam acara tersebut
kambing yang disembelih bisa mencapai 80 hingga 100 kambing.
Kemudian pada malam
harinya, yaitu malam tanggal 10 Muharram diadakan pengajian umum yang
isinya mengenai perjuangan dan kepribadian sunan Kudus yang diharapkan
menjadi teladan oleh masyarakat.
Pada
pagi hari tanggal 10 Muharram setelah shalat subuh dimulailah acara
penggantian kelambu atau kain putih yang diawali dengan pembacaan ayat
suci Al Quran dan tahlil yang hanya khusus diikuti oleh para kyai, lalu
mulailah pemasangan kelambu..
Bersamaan
dengan itu diadakan pembagian makanan yang berupa nasi dan daging yang
sudah di masak kepada masyarakat, yang dibungkus dengan daun jati.
Masyarakat bersusah payah untuk mendapatkan nasi dan daging tersebut,
sebab makanan tersebut dianggap memiliki berkah dan banyak mengandung
kahsiat menyembuhkan penyakit.
Walaupun
hanya mendapatkan sedikit, nasi tersebut biasa disebut dengan “sego
mbah sunan” (nasinya sunan Kudus). Setelah acara penggantian kelambu dan
pembagian nasi tersebut, berakhir sudah upacara Buka Luwur.
Buka Luwur bagi masyarakat Kudus ibaratnya sebagai “pesta rakyat”. Hal
ini dikarenakan, pada acara Buka Luwur melibatkan masyarakat secara
aktif. Masyarakat mengumpulkan sendiri bahan-bahan makanan yang akan
dibagikan, memasaknya sendiri, dan kemudian dibagikan kepada masyarakat
lagi. Semua itu dilakukan dalam kerangka rasa syukur. Panitia Buka
Luwur tahun 1427 H (2006 TU) mencatat semua materi yang berkaitan
dengan acara Buka Luwur berasal dari sumbangan masyarakat. Kain mori
sumbangan masyarakat tercatat sebanyak 3.938 meter, dan kelambu
sepanjang 120 meter. Sumbangan uang sebanyak Rp. 87.345.000, beras
12.072 kg, kerbau 11 ekor dan kambing 71 ekor. Belum lagi sumbangan
berupa gula pasir, garam, kelapa dan sebagainya yang tidak mungkin
dirinci. Semua sumbangan tersebut betul-betul murni dari partisipasi
masyarakat, bukan dari hasil usaha panitia. Panitia dilarang mengajukan
permohonan sumbangan material dalam bentuk apa pun kepada masyarakat.
Larangan ini sudah turun temurun diwarisi dari para pinisepuh, “Buka
Luwur jangan diada-adakan dan jangan diminta-mintakan, biarlah berjalan
apa adanya”. Pengolahan bahan makanan melibatkan sekitar 1.000 orang,
mulai dari penyembelihan, menanak nasi, memasak daging, membungkusi dan
membagikan. Beras yang terkumpul selanjutnya ditanak menjadi nasi
sebanyak 6.320 Kg, dan sisanya dibagikan kepada masyarakat, terutama
yang dlu’afa, dan lembaga-lembaga sosial, seperti panitia-panitia haul
tokoh-tokoh Islam dan panti-panti asuhan.Yang menarik untuk dicatat
adalah proses penanakan nasi. Penanakan nasi dilakukan dalam 5
angkatan, 4 angkatan masing-masing sebanyak 1.440 kg dan angkatan
terakhir 560 kg. Tiap angkatan melibatkan 16 buah dandhang yang
masing-masing berkapasitas 80-100 kg beras. Dari sini saja terlihat
bahwa penanakan nasi adalah sebuah “kerja kolosal” dengan melibatkan
orang dalam jumlah massal, mulai dari pencuci, penanak nasi, pengatur
tungku api, pengangkat nasi, ngeler dan ngipasi nasi panas, sampai
dengan para pembungkus nasi. Sementara untuk memasak daging terbagi 2,
yaitu daging dari hewan sumbangan biasa dan daging hewan yang diniati
nadzar atau aqiqah. Daging biasa tercatat 2.958 kg, dan daging nadzar
atau aqiqah tercatat 161 kg. Daging masak ini dibagi ke dalam 3
kategori, yaitu ukuran kecil 2 ons, ukuran sedang 3 ons, dan ukuran
besar 4 ons. Yang menarik untuk diperhatikan adalah jenis masakan
daging ini ada 2, yaitu dimasak dengan bumbu uyah asem dan jangkrik,
keduanya adalah jenis masakan khas Kudus. Selanjutnya hasil masakan
berupa nasi daging ini dibungkus dalam 4 kategori, yaitu brekat kecil,
brekat sedang, brekat besar, dan nasi bungkusan daun jati. Brekat kecil
berjumlah 1.604 buah, brekat sedang 78 buah, brekat besar 65 buah, dan
nasi bungkus daun jati 23.100. Lagi-lagi ini menunjukkan sebuah “kerja
kolosal”. Secara keseluruhan, brekat dari berbagai kategori berjumlah
24.847 buah, sebuah jumlah yang tidak terhitung kecil lagi. Untuk ini
saja membutuhkan tenaga ekstra dalam membagikannya. Dari total 24.847
bungkus nasi, kalau diasumsikan setiap brekat kecil dimakan 4 orang,
brekat sedang dimakan 6 orang, dan brekat besar dimakan 8 orang, serta
nasi daging bungkus daun jati dimakan 2 orang, maka ada sekitar 53.604
orang yang dapat ikut menikmati makanan brekat dari Buka Luwur. Dari
sini terlihat betapa Buka Luwur benar-benar ajang yang memiliki aspek
“barakah” secara sosial.
Makna Buka Luwur
Buka
Luwur merupakan sebuah ekspresi dari kepercayaan melalui akal yang
mencoba memahami realita kebenaran mengenai manusia dan sejarah serta
kalbu yang digunakan untuk memahami pesan firman-firman Tuhan melalui
perasaan.
Hal itu
menghasilkan rentetan ceremony atau upacara yang berlangsung secara
kronologis dan berjalan secara turun menurun dari generasi ke generasi,
yang menjadi ekspresi perasaan masyarakat dalam dinamika tindakannya.
Peringatan Buka Luwur mempunyai nilai yang cukup tinggi. Meneladani nilai-nilai dari perjuangan para wali khususnya sunan Kudus dalam hidup bermasyarakat.
Secara
historis, dalam menyebarkan agama Islam para walisongo menggunakan
berbagai macam cara yang disesuaikan dengan kebudayaan asli masyarakat
Jawa yang dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Budha.
Akhirnya
agama Islam dapat diterima oleh masyarakat Jawa. Sikap toleran dan
akomodatif terhadap kepercayaan dan budaya setempat memang dianggap
membawa dampak negatif yaitu sinkretisasi.
Namun,
aspek positifnya, ajaran-ajaran yang disinkretiskan tersebut menjadi
jembatan yang memudahkan masyarakat Jawa dalam menrima Islam sebagai
agama baru. Mereka sadar, apabila menginginkan Islam diterima oleh suatu
komunitas tertentu haruslah bersifat akomodatif terhadap budaya lokal
setempat tanpa harus kehilangan esensi keislamannya. Cara inilah yang
nampaknya dilakukan oleh sunan Kudus.
Hal
ini dapat menjadi pelajaran yang berharga dalam kehidupan masyarakat,
dengan bentuk masjidnya yang menyerupai kulkul di Bali yang mencerminkan
toleransinya terhadap pemeluk agama Hindu.
0 komentar:
Posting Komentar